Bercucur-Melebur-Menggusur
Kepada tuan-tuan yang melotot ke arah sungai
Apa nanti kau tak memikirkan
bejana-bejana pengelana rakyat jelata?
Kami sisipkan seribu luka,
saat semuanya diurug secara rata.
Orang-orang kami di kampung semuanya merasa
air yang mengalir, rerumputan yang menguning,
dan hewan yang kecil semuanya (mati) diambil.
Tuan-tuan yang gagah perkasa, menenteng
peluru yang terselampir di lengan
Kami menaruh harap di setiap tangan
Menyulam air mata pada setiap apa yang kami
rasa dan menjahit derita yang kami rajut
menjadi suara.
(Sepanjang sisi sunyi jalan Yogya, 16 Agustus 2019)
Bantu Aku Mencintai Jalan Pulang
Bunyi sunyimu semakin lirih
Jalanmu apakah masih tetap sama?
Terik mulai panas, tapak kaki(mu)
menyusuri dengan balutan kasih
(Aku) mendengar alunan nada yang kerap kali
kau nyalakan saat menyusuri debu bersama
Sama-sama menjaga matahari agar tenggelam
Sama-sama menantikan bulan agar terang
Masih ingatkah?
(Konon aku sudah mulai lupa)
Di titik nadi saat kupegang, degupannya
masih separuh belum menghilang
(Aku) tidak berharap siapa pun pulang
Tapi untuk(mu) yang diharapkan supaya
bisa mencintai jalan pulang.
(Brebes, 2 Mei 2022)
Aditya Billy, pemuda asli Cirebon yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi daerah Purwokerto. Ia percaya bahwa kebebasan belajar bukan hanya dituntut untuk fokus kepada satu pembelajaran saja, tetapi lebih dari itu. Kebebasan belajar adalah kebebasan untuk mempelajari segala-galanya. Kenali Aditya Billy lebih lanjut melalui akun Instagram miliknya, @adityablly.
0 Komentar