Cernak Ade Setiawati: Kado Spesial

Malam itu terdengar suara azan saling bersahutan dari seluruh masjid dan musala di setiap penjuru daerah, suara azan dan suasana malam yang begitu banyak dirindukan umat muslim, yaitu bulan Ramadan.

Tia dan keluarganya begitu senang bisa diberi kesempatan lagi untuk merasakan ramadan. Dengan langkah yang semangat, Tia pergi ke masjid sambil berpegangan tangan dengan ibunya. Selama di perjalanan, Tia terus berpapasan dengan teman-temannya.

“Tia! Kamu salat tarawih di mana?” seru Husna yang dijumpainya di persimpangan.

“Aku salat tarawih di masjid. Kamu mau salat di mana, Husna?” Tia melihat mukena Husna yang begitu menarik perhatiannya.

“Aku salat di surau. Lain kali kita barengan ke masjid atau surau, ya, Tia!” ajak Husna. Mereka pun saling melambaikan tangan. Obrolan mereka terhenti setelah dipisahkan oleh persimpangan jalan. Masjid dan surau yang mereka tuju berlainan arah.

Tiba-tiba Tia teringat kembali dengan mukena Husna. Mukenanya terlihat baru dan cantik. Tia melirik ke mukenanya yang sudah mulai pendek dan pudar. Tapi tidak masalah bagi Tia, mukenanya masih bersih dan nyaman dikenakan.

Setelah sampai di masjid, Tia melihat teman-temannya sedang duduk mengobrol sambil mencatat di sebuah buku agenda ramadan yang disediakan guru dari sekolah.

“Kita duduk di pinggir, ya, Tia.” Ibu membentangkan sajadahnya, lalu melaksanakan salat sunah dengan khusyuk. Tia melihat teman-temannya kembali. Ia ingin bergabung dengan mereka, namun Tia lebih memilih mengikuti ibu untuk salat.

Setelah Tia menyelesaikan ibadahnya, tiba-tiba ia dikejutkan oleh Nia yang memegang pundaknya.

“Tia! Nanti kita barengan mencatat ceramah ustaz, ya!” ajak Nia. Tia mengangguk setuju. Namun, lagi-lagi perhatian Tia tertuju ke mukena temannya, dan kali ini ke mukena milik Nia. Mukena milik Nia bagus dan warnanya menarik. Tia membanding-bandingkannya dengan mukena miliknya.

“Ramadan kali ini apa yang ingin Tia doa dan harapkan kepada Ar-Rahman?” Tiba-tiba ibu bertanya dan mengagetkan Tia.

“Daftar doa Tia banyak, Bu. Tia ingin melangitkannya di dalam sujud dan tadahan tangan Tia. Semoga Allah ijabah doa Tia, ya, Bu?” Lalu ibu mengaminkan harapan Tia.

Tia bilang ia memiliki banyak daftar doa dan harapan yang akan dipanjatkan kepada Sang Rahman, namun ketika salat dimulai, pikiran Tia mulai mengarah ke mana-mana. Tia tidak khusyuk beribadah. Pikirannya selalu saja mengarah kepada mukena yang dikenakan oleh teman-teman yang dijumpainya. Melihat kegelisahan Tia, tak lupa ibu mengajak Tia untuk sering beristigfar.

“Maafkan Tia, ya, Bu.” Tia terlihat sedih karena kurang fokus dalam salat. Ibu pun memaklumi hal tersebut.

Keesokan harinya, Tia melihat ibu menjahit baju pesanan Bu Erna, tetangganya. Melihat ibu yang sibuk, Tia kembali membuka buku bacaan yang dibelikan oleh ayahnya dulu.

Sesekali ibu melihat Tia terkikik-kikik ketika membaca bukunya. Ibu juga ikut tersenyum melihat tingkah Tia. Setelah menjahit baju pesanan, ternyata ibu ingin membuatkan sesuatu untuk Tia. Dan ibu berharap Tia suka dengan sesuatu yang dibuatkan oleh ibunya.

Beberapa hari kemudian, ibu telah selesai membuatkan sesuatu untuk Tia. Ibu juga melihat hafalan surah pendek Tia mulai meningkat ketika mengikuti pesantren ramadan di masjid. Ibu ingin memberikan kado spesial untuknya sebagai hadiah telah berusaha beribadah dengan baik.

Ketika Tia hendak pergi salat tarawih bersama ibu, Tia menemukan mukena yang digantung rapi menggunakan plastik bening di balik pintu kamar.

“Ibu! Ini mukena pesanan siapa?” tanya Tia.

“Itu mukena pesanan Tia yang sering dimunajatkan kepada Allah. Allah telah mengabulkannya dengan bentuk kado spesial dari ibu,” ujar ibu yang terlihat senang dengan wajah Tia yang sangat merekah menerima kado spesial.

“Alhamdulillah ... Terima kasih, Ibu. Tia sangat suka dengan kado spesial Ibu!” Tia sangat bahagia dan memeluk ibunya penuh kehangatan. Mulai malam itu juga Tia mengenakan mukena baru yang dibuatkan khusus oleh ibunya untuk pergi salat tarawih.

“Malam ini apa yang ingin Tia doa dan harapkan kepada Ar-Rahman?” tanya ibu ketika mereka masih dalam perjalanan menuju masjid.

“Daftar doa Tia sangat banyak, Bu. Semoga Ar-Rahman ijabah doa kita, ya, Bu!” Tia sangat bahagia dan banyak bersyukur malam itu.

Padang Pariaman, 2 April 2022

 

Ade Setiawati, seorang wanita yang singgah lahir di Padang dan menetap di perbatasan kota Kabupaten Padang Pariaman. Beberapa karya yang sudah terbit dan sudah dibukukan yaitu puisi “Mande” pada Antologi Puisi Ibu dalam Balutan Rindu (FAM Publishing) dan puisi “Appaku” dan “Lelahmu” pada Antologi Puisi Ayah (FAM Publishing), “Fiil yang Gembul” pada Dongeng Fabel 2019 Jilid 1 (SIP Publishing), dan puluhan cernak terbit di media cetak daerah (Padang Ekspres). Penulis dapat dihubungi di instagram @adesetiaa3

 

Posting Komentar

0 Komentar